Aku comot martabak yang Papa beli untuk kami dalam rangka nonton bareng bersama keluarga besar. Walaupun mama dan adik-adikku tidak mengerti pertandingan bola, mereka tetap setia menemani aku dan Papa sampai peluit panjang berakhir.
Aku memang perempuan, tapi entahlah. Menurutku menonton pertandingan bola adalah hal terseru yang pernah ada. Papa yang mengenalkanku kepada tontonan seperti ini.
Papa selalu saja menginginkan anak laki-laki, untuk teman menonton bola katanya.
Pertandingan demi pertandingan yang papa tonton kini makin membuatku lebih penasaran lagi untuk menonton olah raga sejuta umat itu. Dan inilah aku, anak perempuan yang selalu ikut papanya untuk menonton sepak bola dan selalu mendukung seluruh tim yang papa dukung. Aneh memang.
Teriakan demi teriakan aku keluarkan dari mulutku, begitupun papa. Sudah hampir tiga puluh menit tim bola kesayangan papa tidak mencetak gol.
'Glory Glory Manchester United!!!' Teriaknya.
Aku yang sedari tadi memegang ponsel di tangan kiriku dan tangan kananku memegang martabak, ikut berteriak. Sepertinya pepatah benar; buah tak jatuh jauh dari pohonnya.
Satu yang jadi permasalahan kali ini adalah setiap aku menonton pertandingan MU, MU pasti akan kalah. Itu bukan hanya mitos. Itu benar-benar fakta. Sebaiknya aku harus cepat-cepat pergi ke kamar dan berhenti menonton pertandingan ini.
'Pergilah ke kamar, Nad! Papa tau MU tidak juga mencetak gol itu gara-gara kamu!!! Masuk kamar! Cepat!' Kata papa dengan nada mengejek.
Huh sebal.
Aku segera masuk ke dalam kamarku dan membaca novel. Tiba-tiba saja Ken mengirimku pesan teks.
'Tolong, Nad. Tolong jangan nonton pertandingan MU kali ini.' Isi sms dari Ken.
Kurang ajar.
Ya, Ken memang tau kalau aku ini mungkin bisa dibilang 'kucing hitam'nya Manchester United.
'GOOOOOOOOOOOL!!!!!!' Teriak papa dari ruang TV. Benar saja, saat aku masuk ke kamar, MU mencetak gol.
Ini adalah sebuah kebetulan. Ya, kebetulan.
'Tuh kan, Nad!!! Kamu ngga boleh nonton MU!! Udah tetaplah di kamarmu. Jangan kemana-mana!!!' Kubaca isi pesan teks dari Ken itu. Dasar bocah laknat.
Aku balas, 'Terserah kamu saja, Ken. Bagaimana kalau kita taruhan? Kalau MU membobol gawang lawan, aku traktir kamu kebab dan sebaliknya. Jika lawan membobol gawang MU, kamu yang traktir aku kebab. Bagaimana?"
"Deal." Ujarnya.
Kita berdua sepakat.
Aku keluar dari tempat persembunyianku dan menyelinap masuk ke luar keluarga. Nampaknya Papa benar-benar sedang menikmati permainan bola sepak di tv. Aku duduk di sebalahnya dan tiba-tiba...
"Goooooool!!!!" Teriak komentator bola di tv, tetapi tidak ada respon dari Papa. Benar saja, hanya sejenak aku menonton laga MU, pastilah team yang dielu-elukan Papaku itu pasti kebobolan. Oke, itu hanyalah sebuah kebetulan, Nad.
"Ada yang bakal nraktir aku kebab nih...." aku mengirim pesan teks ke Ken.
Ken membalas, "Duh, iya deh iya."
Haha! Sekarang kamu memiliki hutang kebab kepadaku Ken! Aku tunggu Kebab pemberian darimu. Aku tidak peduli, walaupun kamu adalah anak kos. Perjanjian tetaplah perjanjian dan kebab tetaplah kebab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar